28 Jun 2013

Sastra dan Makassar

Selama beberapa hari kaki saya senantiasa membawa langkahnya ke hadapan pintu kayu dengan gerendel kuno yang dikelilingi oleh tembok tebal nan kokoh. Langkahku tak terhenti hanya sampai di depan pintu, ia berjalan masuk ke dalam perut benteng dengan tampilan arsitektur  era 1600 an. Pun jika kau melihat dari ketinggian benteng ini tampak seperti tottem penyu yang siap masuk ke dalam pantai. Bernama Fort Rotterdam, merupakan salah satu tempat wisata bersejarah kebanggaan kami masyarakat kota Makassar. Namun langkahku kali ini tidak berteman niat untuk berwisata, mengkaji sejarah, maupun sekedar berfoto ria. Membutuhkan setahun penantian untuk melangkahkan kaki lagi disini tepatnya pada moment ini.

Makassar International Writers Festival 2013 (MIWF2013) adalah event tahunan paling ditunggu oleh mereka para pecinta tulisan, dan para penggiat seni lainnya. Selama 5 hari kami puas menyicipi udara segar sastra oleh mereka para penggulat sastra dari 8 Negara dan pelbagai pelosok Tanah Air. Seakan tak kenal waktu belasan program kebudayaan dilaksanakan dari pagi hingga malam. Adalah medan pembalajaran yang amat berharga jika dilewatkan. Begitu banyak tokoh menginspirasi beserta karya-karyanya. 




*Opening Ceremony MIWF2013
Salah satu nya adalah penyair legend yang dimiliki oleh Indonesia yang mempunyai darah Makassar ini yaitu Bapak Prof. Sapardi Djoko Damono. Sajak dan puisinya telah membumi dan banyak memberi inspirasi penyair-penyair lainnya. Seorang penerjemah puisi yang handal. Dan mempunyai dedikasi yang tinggi terhadap kemajuan sastra Indonesia dengan umur telah banyak dilahap waktu. Salah satu quote beliau yang paling kurenungkan dikepala saya adalah :

“Identitas seseorang mengalami perubahan tiap hari nya, sesuai informasi dan pengetahuannya”


*akhirnya bisa ambil pic bersama 

Selain beliau, penggiat sastra yang lainnya tak kalah hebatnya. Walaupun tidak semua dari mereka sempat untuk mengabadikan foto bersama.



Diskusi panel Kak Khrisna Pabichara penulis handal berdarah jeneponto menghasilkan tetralogi best seller sepatu Dahlan, beliau ramah nan kritis. Sangat lihai melantunkan sinrilli sambil berpuisi berbahasa Makassar. Dan Peter adalah penulis yang berasal dari negara komunis Hongria pada sesi ini banyak membahas tentang buku dan negaranya.



Kali ini berkesempatan dengan Bapak Joko Pinurbo adalah seorang penyair yang karyanya cukup humoris. Unik ketika beliau mengisahkan proses kreatifnya. Walaupun memulai karir diusia cukup tua, namun dengan berbekal tekun selama 20 tahun ia baru bisa menerbitkan buku pertamanya.

Sangat beruntung hingga sekarang kita dapat mengecup khasanah sastra Indonesia yang klasik hingga modern. Entah sastra akan bermetefora seperti apa sesuai perkembangan zaman menembus perjalanan waktu. Kita hanya perlu merawatnya. Menjawab panggilan hati untuk melahirkan karya-karya bermakna nan bermanfaat.

Merupakan salah satu bentuk cinta yang tulus terhadap tanah luhur adalah tahu dan meneruskan budayanya. Karena Makassar lahir dengan budaya nya yang unik, karena Makassar bukan kota anarkis seperti yang terbayang oleh mereka selama ini, karena Makassar tidak selebar layar TV saja.



-Dalam Hidup Seorang Penyair Yang Tekun Untuk Melahirkan Karya-Karya nya Selalu Ada Sentuhan Tangan Tak Terlihat 
(Joko Pinurbo)

3 komentar:

cumi-cumi! mengatakan...

Kalyla, coba dilihat paragraf ketiga dan keepat dari terakhir, sepertinya terjadi pengulangan ehehe. btw, crop maaaa' yang bareng Sapardi fufufu :|

Adityar mengatakan...

Beruntungnya bisa foto bareng. Saya cuma dapat penutupan kodong :(((

Tinta maple mengatakan...

yah -__-" mmg hr2 sebelumnya kmana kak?

Posting Komentar

 
© Copyright 2035 Tinta Maple
Theme by Yusuf Fikri