Aku
dan kamu, bagai karang-pantai mencintai laut lepas. Ribuan mil dari hatimu,
setiap detik aku melacak cintamu pada setiap buih ombak yang menghantam diriku.
Bila kukatakan kepadamu telah kutitipkan semua salamku pada nadi-nadi sungai
yang merambat-bermuara menuju kedalaman hatimu, pernakah ia benar-benar sampai
padamu?
Hingga saatnya kita bertemu.
“Sudah
lama kah kau menunggu?”
Aku
pun jadi terdiam. Aku menunggu moment ini sejak bertahun yang lalu, membatin.
“Ini
kue yang yang aku janjikan, spesial ku pesan kan langsung dari ibuku. Kamu
harus menghabiskannya,” katamu.
“Terima kasih”. Sembari aku tersenyum tak
mampu menatapmu.
Tapi
maaf mungkin aku akan memilih untuk tidak segera menghabiskannya, kembali
membatin.
Sejak
pertemuan itu, aku merasa hari-hari kita begitu akrab. Meski ombak yang setiap
hari datang memberikan sentuhan lalu pergi tanpa perpisahan. Ah, mungkinkah
sungai telah menyampaikan salamku padamu?
Hingga saatnya aku sadar.
Episode
ini bukan hanya tentang aku dan kamu. Fatal. Sungguh aku tidak mengetahui
keberadannya. Ada getar yang menumpahkan ribuan kata yang tak terucapkan jadi
sepi yang bergaung. Mungkin pantai yang tak punya perasaan.
Ini bukan masalah kamu dan dia. Tapi tentang
memaafkan diriku sendiri.
Akhirnya
aku memutuskan. Lalu bersalin rupa menjadi manusia biasa, mengemasi
barang-barang dalam koper, mengenakan kaus kaki dan sepatu. Di setiap langkah
yang kutempuh, kulepaskan satu per satu kenangan tentang dirimu-meski tak
seluruhnya.
Mau bagaimana lagi?
Bukan
lagi karang pantai. Aku akan menjadi yang lain: bayang-bayang, angin, pohon,
gunung, langit, atau daun maple kah?. Maple adalah
daun yang mendamaikan. Apa lagi bila dedaunan yang rapuh itu luruh menutupi bumi, berserakan dan bertaburan
seolah melengkapkan lagi kanvas lukisan alam yang sempurna indahnya.
Cukuplah kamu diam saja, lalu tersenyumlah, dan aku akan tetap membalas
senyummu.
Seperti biasa.
0 komentar:
Posting Komentar