Lenggang. Jalanan kota sepi. Hujan buncah membasahi trotoar.
Tidak mengurungkan niat kami para penumpang bus berisi puluhan mahsiswa untuk
menghabiskan waktu dalam rangka trip bersama di salah satu pantai terindah kota
Ambon bernama Liang.
Matahari akhirnya berkonspirasi. Pantai terlihat ramai. Ada
satu-dua pasangan kekasih berjalan-jalan di atas pasir lembut yang bak es krim
diinjak. Terpesona menatap indahnya suasana pantai. Terpesona menatap ombak
bergulung menjilat-jilat mata kaki. Asyik sekali membenamkan kaki mereka di
hamparan pasir. Lain lagi para turis yang sibuk memotret gambar sekelilingnya.
Kami tidak mau kalah rombongan kumpulan mahasiswa dari seluruh pelosok tanah
air ini, terlihat sangat ”norak”
dengan pemandangan hebat pantai di sana. Sejak menit pertama melangkahkan kaki
semua sibuk dengan camera masing-masing hehe.
Namun cerita hari itu tidak sama
sekali berwarna tanpa pengalaman unik yang dialami oleh kami. Salah satu dari
panitia berlari kencang ke arah kami para peserta Rakornas I IMEPI (Ikatan
Mahasiswa Ekonomi Pembangunan Indonesia) untuk turut ikut andil dipertunjukkan
“Bambu Gila” yang kebetulan ada disana.
“Ehh nona, mau kemanaa?” Kata bang john
“Mau foto-foto lagi abang” jawabku.
“Ahh sabentar saja ituee ikut dulu ini “Bambu Gila” mumpung
ada, kapan lagi nonaa!”
“heh? Apa itu “Bambu gila” abaang?
Setelah
panjang lebar penjelasan dari bang John, sedikit saya paham tentang “Bambu
Gila”. Tradisi ini sudah ada sejak lama, bambu gila digandrumi oleh banyak
orang-orang di Maluku, bahkan anak-anak yang berusia belasan sudah senang
memainkannya. Tarian ini juga dikenal dengan nama Buluh Gila atau Bara Suwen.
Pertunjukan ini bisa ditemui di dua desa yaitu Desa Liang, kecamatan Salahatu,
dan Desa Mamala, kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah. Di Provinsi Maluku
Utara, atraksi yang bernuansa mistis ini dapat dijumpai di beberapa daerah di
kota Ternate dan sekitarnya.
Untuk memulai pertunjukan ini
sang pawang membakar kemenyan di dalam tempurung kelapa sambil membaca mantra
dalam ‘bahasa tanah’ yang merupakan salah satu bahasa tradisional Maluku.
Kemudian asap kemenyan dihembuskan pada batang bambu yang akan digunakan.
Fungsi kemenyan ini untuk memanggil roh
para leluhur sehingga memberikan kekuatan mistis kepada bambu tersebut. Roh-roh
inilah yang membuat batang bambu seakan-akan menggila atau terguncang-guncang
dan semakin lama semakin kencang serta sulit untuk dikendalikan.
Nah dengan sangat antusias para peserta pria akhirnya memainkan “Bambu Gila”
Para pria memeleik bambu mulai mengeluarkan tenaga mereka untuk mengendalikan kekuatan guncangan bambu. Ketika irama musik mulai dipercepat, bambu bertambah berat menari dengan kekuatan yang ada di dalamnya. Hal unik dari pertunjukan ini, kekuatan mistis bambu gila tidak akan hilang begitu saja sebelum diberi makan apai melalui kertas yang diabakar.
Menyaksikan pertunjukkan supranatural
ini mempunyai sensasi tersendiri. Tidak habis pikir melihat raut wajah mereka
yang hanya memikul sebatang kayu bersama-sama terlihat tak berdaya. Akhirnya
persaan itu muncul, perasaan rasa ingin tau yang kian membuncah dan akhirnya
terbayar oleh kebaikan pawang kepada peserta wanita untuk turut merasakan
sensasi ini. Walaupun harus dengan tekad yang bulat dan penuh rasa yakin. Ahh itu tentu saja (hujamku dalam hati).
Aneh bambu itu terasa sangat berat.
Berat sekali. Benda itu terasa ingin melayang, menerbangkan kami entah kemana.
Sekuat-kuatnya kita harus mengendalikan, sekuat tenaga harus bertahan hingga
letih menghampiri memohon pada sang pawang untuk tidak melanjutkannya. Pada
akhirnya sensasi itu akan menjadi pengalaman supranatural menyenangkan yang
tidak akan terlupakan.
Perjalanan kali ini seperti keajaiban
kecil yang berbaih hati datang mengisi hari-hari yang sebelumnya sangat
menjemukan, menikung, bahkan penuh jurang. Sebuah pemberhentian kecil menjadi
oase sejuk pelepas dahaga. Bersyukur. Sangat bersyukur.
0 komentar:
Posting Komentar