4 Jun 2013

Berkisah tentang "Bambu Gila"

Lenggang. Jalanan kota sepi. Hujan buncah membasahi trotoar. Tidak mengurungkan niat kami para penumpang bus berisi puluhan mahsiswa untuk menghabiskan waktu dalam rangka trip bersama di salah satu pantai terindah kota Ambon bernama Liang.

Matahari akhirnya berkonspirasi. Pantai terlihat ramai. Ada satu-dua pasangan kekasih berjalan-jalan di atas pasir lembut yang bak es krim diinjak. Terpesona menatap indahnya suasana pantai. Terpesona menatap ombak bergulung menjilat-jilat mata kaki. Asyik sekali membenamkan kaki mereka di hamparan pasir. Lain lagi para turis yang sibuk memotret gambar sekelilingnya. Kami tidak mau kalah rombongan kumpulan mahasiswa dari seluruh pelosok tanah air ini, terlihat sangat ”norak” dengan pemandangan hebat pantai di sana. Sejak menit pertama melangkahkan kaki semua sibuk dengan camera masing-masing hehe.





Namun cerita hari itu tidak sama sekali berwarna tanpa pengalaman unik yang dialami oleh kami. Salah satu dari panitia berlari kencang ke arah kami para peserta Rakornas I IMEPI (Ikatan Mahasiswa Ekonomi Pembangunan Indonesia) untuk turut ikut andil dipertunjukkan “Bambu Gila” yang kebetulan ada disana.

“Ehh nona, mau kemanaa?” Kata bang john
“Mau foto-foto lagi abang” jawabku.
“Ahh sabentar saja ituee ikut dulu ini “Bambu Gila” mumpung ada, kapan lagi nonaa!”
“heh? Apa itu “Bambu gila” abaang?

Setelah panjang lebar penjelasan dari bang John, sedikit saya paham tentang “Bambu Gila”. Tradisi ini sudah ada sejak lama, bambu gila digandrumi oleh banyak orang-orang di Maluku, bahkan anak-anak yang berusia belasan sudah senang memainkannya. Tarian ini juga dikenal dengan nama Buluh Gila atau Bara Suwen. Pertunjukan ini bisa ditemui di dua desa yaitu Desa Liang, kecamatan Salahatu, dan Desa Mamala, kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah. Di Provinsi Maluku Utara, atraksi yang bernuansa mistis ini dapat dijumpai di beberapa daerah di kota Ternate dan sekitarnya.

Untuk memulai pertunjukan ini sang pawang membakar kemenyan di dalam tempurung kelapa sambil membaca mantra dalam ‘bahasa tanah’ yang merupakan salah satu bahasa tradisional Maluku. Kemudian asap kemenyan dihembuskan pada batang bambu yang akan digunakan. Fungsi kemenyan  ini untuk memanggil roh para leluhur sehingga memberikan kekuatan mistis kepada bambu tersebut. Roh-roh inilah yang membuat batang bambu seakan-akan menggila atau terguncang-guncang dan semakin lama semakin kencang serta sulit untuk dikendalikan.

Nah dengan sangat antusias para peserta pria akhirnya memainkan “Bambu Gila”




Para pria memeleik bambu mulai mengeluarkan tenaga mereka untuk mengendalikan kekuatan guncangan bambu. Ketika irama musik mulai dipercepat, bambu bertambah berat menari dengan kekuatan yang ada di dalamnya. Hal unik dari pertunjukan ini, kekuatan mistis bambu gila tidak akan hilang begitu saja sebelum diberi makan apai melalui kertas yang diabakar.




Menyaksikan pertunjukkan supranatural ini mempunyai sensasi tersendiri. Tidak habis pikir melihat raut wajah mereka yang hanya memikul sebatang kayu bersama-sama terlihat tak berdaya. Akhirnya persaan itu muncul, perasaan rasa ingin tau yang kian membuncah dan akhirnya terbayar oleh kebaikan pawang kepada peserta wanita untuk turut merasakan sensasi ini. Walaupun harus dengan tekad yang bulat dan penuh rasa yakin. Ahh itu tentu saja (hujamku dalam hati).



Aneh bambu itu terasa sangat berat. Berat sekali. Benda itu terasa ingin melayang, menerbangkan kami entah kemana. Sekuat-kuatnya kita harus mengendalikan, sekuat tenaga harus bertahan hingga letih menghampiri memohon pada sang pawang untuk tidak melanjutkannya. Pada akhirnya sensasi itu akan menjadi pengalaman supranatural menyenangkan yang tidak akan terlupakan.

Perjalanan kali ini seperti keajaiban kecil yang berbaih hati datang mengisi hari-hari yang sebelumnya sangat menjemukan, menikung, bahkan penuh jurang. Sebuah pemberhentian kecil menjadi oase sejuk pelepas dahaga. Bersyukur. Sangat bersyukur.

0 komentar:

Posting Komentar

 
© Copyright 2035 Tinta Maple
Theme by Yusuf Fikri